Kisah Nabi Muhammad SAW. |
MUHAMMAD, 'alaihi'sh-shalatu wassalam
Dengan nama yang begitu mulia, jutaan bibir setiap hari mengucapkannya, jutaan jantung setiap saat berdenyut, berulang kali. Bibir dan jantung yang bergerak dan berdenyut sejak seribu tiga ratus limapuluh tahun. Dengan nama yang begitu mulia, berjuta bibir akan terus mengucapkan, berjuta jantung akan terus berdenyut, sampai akhir zaman
Pada setiap hari di kala fajar menyingsing, lingkaran-lingkaran putih di ufuk sana mulai nampak hendak menghalau kegelapan malam, ketika itu seorang muazzin bangkit, berseru kepada setiap makhluk insani, bahwa bangun bersembahyang lebih baik daripada terus tidur. Ia mengajak mereka bersujud kepada Allah, membaca selawat buat Rasulullah.
Seruan ini disambut oleh ribuan, oleh jutaan umat manusia dari segenap penjuru bumi, menyemarakkannya dengan salat menyambut pahala dan rahmat Allah bersamaan dengan terbitnya hari baru. Dan bila hari siang, mataharipun berangkat pulang, kini muazzin bangkit menyerukan orang bersembahyang lohor, lalu salat asar, magrib, isya. Pada setiap kali dalam sembahyang ini mereka menyebut Muhammad, hamba Allah, Nabi dan RasulNya itu, dengan penuh permohonan, penuh kerendahan hati dan syahdu. Dan selama mereka dalam rangkaian sembahyang lima waktu itu, bergetar jantung mereka menyebut asma Allah dan menyebut nama Rasulullah. Begitulah mereka, dan akan begitu mereka, setelah Allah memperlihatkan agama yang sebenarnya ini dan melimpahkan nikmatNya kepada seluruh umat manusia.
Lingkungan Kekuasaan Islam Yang Pertama
Tidak banyak waktu yang diperlukan Muhammad dalam menyampaikan ajaran agama, dalam menyebarkan panjinya ke penjuru dunia. Sebelum wafatnya, Allah telah menyempurnakan agama ini bagi kaum Muslimin. Dalam pada itu iapun telah meletakkan landasan penyebaran agama itu: dikirimnya misi kepada Kisra1, kepada Heraklius dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain supaya mereka sudi menerima Islam. Tak sampai seratus limapuluh tahun sesudah itu, bendera Islampun sudah berkibar sampai ke Andalusia di Eropa sebelah barat, ke India, Turkestan, sampai ke Tiongkok di Asia Timur, juga telah sampai ke Syam (meliputi Suria, Libanon, Yordania dan Palestina sekarang), Irak, Persia dan Afganistan, yang semuanya sudah menerima Islam. Selanjutnya negeri-negeri Arab dan kerajaan Arab, sampai ke Mesir, Cyrenaica, Tunisia, Aljazair, Marokko, -sekitar Eropa dan Afrika- telah dicapai oleh misi Muhammad 'alaihissalam. Dan sejak waktu itu sampai masa kita sekarang ini panji-panji Islam tetap berkibar di semua daerah itu, kecuali Spanyol yang kemudian diserang oleh Kristen dan penduduknya disiksa dengan bermacam-macam cara kekerasan. Tidak tahan lagi mereka hidup. Ada di antara mereka yang kembali ke Afrika, ada pula yang karena takut dan ancaman, berbalik agama berpindah dari agama asalnya kepada agama kaum tiran yang menyiksanya.
Hanya saja apa yang telah diderita Islam di Andalusia sebelah barat Eropa itu ada juga gantinya tatkala kaum Usmani (Turki) memasukkan dan memperkuat agama Muhammad di Konstantinopel. Dari sanalah ajaran Islam itu kemudian menyebar ke Balkan, dan memercik pula sinarnya sampai ke Rusia dan Polandia sehingga berkibarnya panji-panji Islam itu berlipat ganda luasnya daripada yang di Spanyol.
Sejak dari semula Islam tersebar hingga masa kita sekarang ini memang belum ada agama-agama lain yang dapat mengalahkannya. Dan kalaupun ada di antara umat Islam yang ditaklukkan, itu hanya karena adanya berbagai macam kekerasan, kekejaman dan despotisma, yang sebenarnya malah menambah kekuatan iman mereka kepada Allah, kepada hukum Islam, dengan memohonkan rahmat dan ampunan daripadaNya.
Islam Dan Nasrani
Kekuatan inilah yang telah menyebabkan Islam itu tersebar, telah dikonfrontasikan langsung dengan pihak Nasrani yang menghadapinya dengan sikap permusuhan yang sengit sekali. Muhammad telah berhasil melawan paganisma dan mengikisnya dari negeri-negeri Arab, seperti juga yang kemudian dilakukan oleh para penggantinya yang mula-mula, di Persia, di Afganistan dan tidak sedikit pula di India. Pengganti-pengganti Muhammad telah dapat juga mengalahkan kaum Nasrani di Hira, di Yaman, Syam, Mesir dan sampai ke pusat Nasrani sendiri di Konstantinopel.
Seperti halnya dengan paganisma, adakah juga terhadap agama Nasrani akan senasib mengalami kelenyapan sebagai salah satu agama Kitab yang juga dihormati oleh Muhammad dan yang juga mendapat wahyu melalui Nabinya? Adakah orang-orang Arab itu, Arab pedalaman yang datang merantau dari pelosok jazirah padang pasir yang gersang, akan ditakdirkan juga menguasai taman-taman Andalusia, Bizantium dan daerah-daerah Masehi lainnya? Lebih baik mati daripada itu. Selama beberapa abad terus-menerus antara pengikut-pengikut Isa dan pengikut-pengikut Muhammad telah terjadi peperangan yang terus-menerus. Dan peperangan itu tidak terbatas pada pedang dan meriam saja, malah juga diteruskan sampai ke bidang-bidang perdebatan dan pertentangan teologis yang dibawa oleh pejuang-pejuang itu, masing-masing atas nama Muhammad dan atas nama Isa, masing-masing mencari jalan mempengaruhi umum dan beragitasi membangkitkan fanatisma dan semangat rakyat jelata.
Kaum Muslimin Dan Isa
Akan tetapi Islam melarang kaum Muslimin merendahkan kedudukan Isa - karena dia hamba Allah yang diberiNya kitab dan dijadikanNya seorang nabi, dijadikanNya ia orang yang beroleh berkah di mana pun ia berada, diperintahkanNya ia melakukan sembahyang, mengeluarkan zakat selama ia masih hidup, dijadikanNya ia orang yang berbakti kepada ibunya, dan tidak pula dijadikan orang yang pongah dan celaka. Bahagia ia tatkala dilahirkan, tatkala ia wafat dan tatkala ia dibangkitkan hidup kembali.
Orang-Orang Kristen Yang Fanatik Dan Muhammad
Sedang dari pihak kaum Masehi, banyak di antara mereka itu yang menyindir-nyindir Muhammad dan menilainya dengan sifat-sifat yang tidak mungkin dilakukan oleh kaum terpelajar - untuk melampiaskan rasa kebencian yang ada dalam hati mereka serta beragitasi membangkitkan emosi orang. Meskipun ada dikatakan bahwa perang salib itu sudah berakhir sejak ratusan tahun yang lalu, namun fanatisma gereja Kristen terhadap Muhammad mencapai puncaknya sampai pada waktu-waktu belakangan ini. Dan barangkali masih tetap demikian kalau tidak akan dikatakan malah bertambah, sekalipun dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, berselubung misi dengan pelbagai macam cara. Hal ini tidak terbatas hanya pada gereja saja bahkan sampai juga kepada penulis-penulis dan ahli-ahli pikir Eropa dan Amerika, yang dapat dikatakan tidak seberapa hubungannya dengan pihak gereja.
Bisa jadi orang merasa heran bahwa fanatisma Kristen terhadap Islam masih begitu keras pada suatu zaman yang diduga adalah zaman cerah dan zaman ilmu pengetahuan, yang berarti juga zaman toleransi dan kelapangan dada. Dan orang akan lebih heran lagi apabila mengingat kaum Muslimin yang mula-mula, betapa mereka merasa gembira melihat kemenangan kaum Kristen begitu besar terhadap kaum Majusi (Mazdaisma), melihat kemenangan pasukan Heraklius merebut panji-panji Persia dan dapat melumpuhkan tentara Kisra. Masa itu Persia adalah yang memegang tampuk pimpinan di seluruh jazirah Arab bagian selatan, sesudah Kisra dapat mengusir Abisinia dari Yaman. Kemudian Kisra mengerahkan pasukannya - pada tahun 614 - di bawah salah seorang panglimanya yang bernama Syahravaraz2 untuk menyerbu Rumawi, dan dapat mengalahkannya ketika berhadap-hadapan di Adhri'at3 dan di Bushra4, tidak jauh dari Syam ke negeri Arab. Mereka banyak yang terbunuh, kota-kota mereka dihancurkan, kebun-kebun zaitun dirusak.
Pada waktu itu Arab - terutama penduduk Mekah - mengikuti berita-berita perang itu dengan penuh perhatian. Kedua kekuatan yang sedang bertarung itu merupakan peristiwa terbesar yang pernah dikenal dunia pada masa itu. Negeri-negeri Arab ketika itu menjadi tetangga-tetangganya. Sebahagian berada di bawah kekuasaan Persia, dan sebahagian lagi berbatasan dengan Rumawi. Orang-orang kafir Mekah bergembira sekali melihat kekalahan kaum Kristen itu; sebab mereka juga Ahli Kitab seperti kaum Muslimin. Mereka berusaha mengaitkan tercemarnya kekalahan Kristen itu dengan agama kaum Muslimin.
Sebaliknya pihak Muslimin merasa sedih sekali karena pihak Rumawi juga Ahli Kitab seperti mereka. Muhammad dan sahabat-sahabatnya tidak mengharapkan kemenangan pihak Majusi dalam melawan Kristen. Perselisihan kaum Muslimin dan kaum kafir Mekah ini sampai menimbulkan sikap saling berbantah dari kedua belah pihak. Kaum kafirnya mengejek kaum Muslimin, sampai ada di antara mereka itu yang menyatakan kegembiraannya di depan Abu Bakr dan Abu Bakrpun sampai marah dengan mengatakan: Jangan lekas-lekas gembira; pihak Rumawi akan mengadakan pembalasan.
Abu Bakr adalah orang yang terkenal tenang dan lembut hati. Mendengar jawaban itu pihak kafir membalasnya dengan ejekan pula: Engkau pembohong. Abu Bakr marah: Engkaulah musuh Tuhan yang pembohong! Hal ini disertai dengan taruhan sepuluh ekor unta bahwa pihak Rumawi akan mengalahkan kaum Majusi dalam waktu setahun. Muhammad mengetahui adanya peristiwa taruhan ini, lalu dinasehatinya Abu Bakr, supaya taruhan itu ditambah dan waktunyapun diperpanjang. Abu Bakr memperbanyak jumlah taruhannya sampai seratus ekor unta dengan ketentuan, bahwa Persia akan dapat dikalahkan dalam waktu kurang dari sembilan tahun.
Dalam tahun 625 ternyata Heraklius menang melawan pihak Persia. Syam direbutnya kembali dan Salib Besar dapat diambil lagi. Dalam taruhan ini Abu Bakrpun menang. Sebagai nubuat atas kemenangan ini firman Tuhan turun seperti dalam awal Surah ar-Rum: "Alif Lam Mim. Kerajaan Rumawi telah dikalahkan. Di negeri terdekat. Dan mereka, sesudah kekalahan itu, akan mendapat kemenangan. Dalam beberapa tahun saja. Di tangan Tuhan keputusan itu. Pada masa lampau, dan masa akan datang. Pada hari itu orang-orang beriman akan bergembira. Dengan pertolongan Allah; Ia menolong siapa yang dikehendakiNya. Maha Mulia Ia dalam Kekuasaan dan Maha Penyayang. Demikian janji Allah. Allah takkan menyalahi janjiNya. Tetapi kebanyakan orang tidak mengerti." (QS, 30:1-6)
Besar sekali kegembiraan kaum Muslimin atas kemenangan Heraklius dan kaum Nasrani itu. Hubungan persaudaraan antara mereka yang menjadi pengikut Muhammad dan mereka yang percaya kepada Isa, selama hidup Nabi, besar sekali, meskipun antara keduanya sering terjadi perdebatan. Tetapi tidak demikian halnya kaum Muslimin dengan pihak Yahudi, yang pada mulanya bersikap damai, lambat-laun telah menjadi permusuhan yang berlarut-larut, yang sampai meninggalkan bekas berdarah dan membawa akibat keluarnya orang-orang Yahudi dari seluruh jazirah Arab. Kebenaran atas kejadian ini ialah firman Tuhan: "Pasti akan kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik; dan pasti akan kaudapati orang-orang yang paling akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang berkata: 'Kami ini orang-orang Nasrani.' Sebab, di antara mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu tidak menyombongkan diri." (QS, 5:82)
Dasar-Dasar Yang Sederhana Dalam Kedua Agama
Kemudian kita melihat kedua agama ini mempunyai konsepsi tentang hidup dan akhlak yang dapat dikatakan sama. Keduanya memandang manusia dan awal mula penjadiannya sama: Allah menciptakan Adam dan Hawa dan keduanya ditempatkan dalam surga, kemudian diwahyukan jangan mereka mendengarkan godaan setan. Tetapi mereka makan juga (buah) dari pohon itu, maka merekapun keluar dari surga. Setan yang tak mau tunduk kepada Adam, adalah musuh mereka - sebagaimana diwahyukan Allah kepada Muhammad - dan yang tidak mau menyucikan kalimat Allah, menurut kitab-kitab SUCI kaum Nasrani. Setan memperdayakan Hawa dan membujuknya. Lalu Hawapun membujuk Adam dan keduanya sama-sama makan dari Pohon Abadi itu. Karena itu, maka tampaklah aurat mereka. Merekapun minta ampun kepada Tuhan dan Tuhan mengirimkan mereka ke bumi, yang akan jadi saling bermusuhan di antara sebagian keturunan mereka, dan yang akan diperdayakan setan, sehingga akan ada golongan yang sesat dan ada pula yang akan melawan kehancuran itu.
Untuk memperkuat perjuangan manusia melawan godaan dosa itu, Tuhan telah mengutus Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain, dan kepada setiap rasul itu disertakan pula kitab (wahyu) menurut bahasa masyarakat lingkungan guna memperkuat apa yang datang dari Tuhan dan memberi penerangan kepada mereka. Sebagaimana juga di pihak setan ada barisan yang membela nafsu kejahatan, juga para malaikat memuja dan menguduskan kesucian Tuhan. Masing-masing mereka itu saling berselisih menghadapi hidup dan alam ini sampai Hari Kebangkitan, tatkala setiap jiwa kelak akan memperoleh hasil sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan takkan ada seorang teman akrabpun yang sudi menanyakan teman lainnya.
Perbedaan Tauhid Dan Trinitas
Akan kita lihat dalam Qur'an yang telah menyebutkan Isa dan Mariam dengan penghormatan serta penghargaan yang demikian rupa dari Tuhan sehingga kitapun karenanya turut bersimpati pula, terbawa oleh rasa persaudaraan. Tetapi apa yang menyebabkan kita lalu bertanya?: Kalau begitu, kenapa kaum Muslimin dan Kristen selama berabad-abad terus bermusuhan dan berperang? Jawaban atas pertanyaan ini ialah, bahwa antara ajaran-ajaran Islam dan Kristen itu terdapat perbedaan asasi yang menjadi suatu sebab perdebatan hebat semasa Nabi, sekalipun perdebatan demikian itu tidak sampai melampaui batas permusuhan dan kebencian. Kaum Kristen tidak mengakui kenabian Muhammad seperti Islam yang mengakui kenabian Isa; Kristen berlandaskan Trinitas, sedang Islam samasekali menolak, selain Tauhid. Kaum Kristen menuhankan Isa, dan berpegang pada argumentasi ketuhanannya itu bahwa dia sudah berbicara sejak di dalam buaian serta memperlihatkan mujizat-mujizat yang tak dapat dilakukan oleh yang lain; suatu hal yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Tuhan.
Kaum Nasrani Mengajak Nabi Berdebat
Pada masa permulaan Islam mereka mendebat kaum Muslimin tentang itu dengan menggunakan Quran, dengan berkata: Bukankah Quran yang diturunkan kepada Muhammad itu mengakui pendapat kami ketika berkata: "Dan tatkala para malaikat berkata: 'Aduhai Mariam, Tuhan menyampaikan berita gembira kepadamu dengan Firman Tuhan: namanya Isa al Masih anak Mariam, orang terpandang di dunia dan di akhirat dan termasuk orang yang dekat (kepada Tuhan). Ia akan berbicara dengan orang semasa ia anak-anak dan sesudah dewasa dan ia tergolong orang yang baik-baik.' Kata (Mariam)-nya: 'Tuhan, dari mana saya akan mendapatkan anak, padahal tak ada orang yang menyentuhku.' Ia (Tuhan) berkata: 'Begitulah, Tuhan mencipta menurut kehendakNya. Jika ia memutuskan sesuatu, Ia hanya berkata: Jadilah, maka iapun jadi. Dan ia mengajarkan Kitab kepadanya, hikmah kebijaksanaan, Taurat dan Injil. Dan ia diutus menjadi Rasul bagi Keluarga Israil: 'Aku datang kepadamu membawa sebuah Bukti dari Tuhanmu. Kuciptakan dari tanah liat bentuk serupa burung. Kutiup ia lalu ia menjadi seekor burung dengan ijin Allah, dan aku dapat menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kusta serta menghidupkan orang mati dengan ijin Allah. Akupun dapat memberitahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan dalam rumahmu. Itulah suatu bukti bagimu bila kamu orang-orang yang beriman." (QS, 3:45-49)
Jadi Qur'an menegaskan, bahwa ia menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta asal dari kelahiran, menyembuhkan kusta, dan dari segumpal tanah dijadikannya seekor burung dan dapat membuat ramalan dan semua ini adalah merupakan sifat-sifat Ilahiah. Inilah pandangan kaum Nasrani masa Nabi, yang dijadikan mereka bahan argumentasi dan mengajaknya berdebat dengan pendirian, bahwa Isa juga Tuhan di samping Allah. Dan ada lagi segolongan mereka itu yang berpendirian menuhankan Mariam karena Allah telah menurunkan SabdaNya kepadanya. Pendirian kaum Nasrani yang demikian pada masa itu menganggap Mariam satu dari tiga dalam Trinitas Bapa, Anak dan Ruh Kudus. Mereka yang berpendirian dengan menuhankan Isa dan ibunya itu hanya merupakan satu sekte dari sekian banyak sekte-sekte Nasrani yang bermacam-macam dan terpencar-pencar itu.
Orang-orang Nasrani seluruh jazirah Arab dengan alirannya yang bermacam-macam itu mengajak Muhammad berdebat menurut dasar mazhab mereka. Kata mereka Almasih itu ialah Allah, dia anak Allah; kata mereka dia adalah satu dari tiga dalam Trinitas. Mereka yang berpendapat pada ketuhanan Isa itu berpegang pada argumentasi yang disebutkan di atas. Argumentasi yang mengatakan bahwa dia anak Allah, sebab bapanya tidak diketahui orang, dan dia berbicara dalam buaian semasa anak-anak, yang tak pernah terjadi pada siapapun dari anak Adam. Argumentasi yang mengatakan bahwa dia satu dari tiga dalam Trinitas, sebab Allah berkata: Kami perintahkan, Kami jadikan dan Kami tentukan. Kalau hanya Satu tentu berkata: Aku perintahkan, Aku jadikan dan Aku tentukan. Muhammad mendengarkan semua tanggapan mereka itu, dan mengajaknya berdiskusi dengan cara yang lebih baik. Dalam perdebatan itu ia tidak begitu keras seperti terhadap kaum musyrik dan penyembah berhala. Bahkan dikemukakannya argumen itu berdasarkan wahyu dengan cara yang logis dan sebagaimana yang diterangkan dalam kitab-kitab mereka. Allah berfirman: "Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan (terhadap Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa Allah ialah Isa al-Masih anak Mariam. Katakan: Siapakah yang dapat merintangi jika Ia hendak membinasakan al-Masih anak Mariam serta ibunya dan setiap orang yang ada di muka bumi ini semua? Kerajaan langit dan bumi serta segala yang ada di antara itu, adalah milik Allah. Ia menciptakan apa yang ada di antara itu, dan Allah Maha Kuasa atas segalanya. Orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata: Kami adalah anak-anak Allah dan yang dicintaiNya. Katakan: Mengapa Ia menyiksamu karena dosa-dosamu itu? Sebenarnya kamupun manusia, seperti yang pernah diciptakanNya. Ia mengampuni siapa saja yang dikehendakiNya dan Ia menghukum siapa saja yang dikehendakiNya. Kerajaan langit dan bumi serta segala yang ada di antara itu, adalah milik Allah. Dan kepadaNyalah kembali sebagai tujuan terakhir." (QS, 5:17-18)
"Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan (terhadap Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa Allah itu al-Masih anak Mariam. Bahkan al-Masih berkata: Hai anak-anak Israil, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Barangsiapa mempersekutukan Allah, Allah akan mengharamkan surga baginya dan tempatnya adalah api neraka. Orang-orang teraniaya itu takkan punya pembela. Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan (terhadap Tuhan) mereka yang mengatakan, bahwa Allah adalah satu dari tiga dalam Trinitas. Tak ada tuhan kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila tidak mau juga mereka berhenti (menghina Tuhan), pasti mereka yang telah merendahkan (Tuhan), itu akan dijatuhi siksaan yang memedihkan." (QS, 5:72-73)
"Dan ingat ketika Allah berkata: Hai Isa anak Mariam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang: mengangkatku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah? Ia menjawab: Maha Suci Engkau, tidak akan aku mengatakan yang bukan menjadi hakku. Kalaupun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam hatiku, tapi aku tidak mengetahui apa yang ada di dalam Dirimu. Maha Mengetahui Engkau atas segala yang gaib. Tak ada yang kukatakan kepada mereka, selain daripada yang Kauperintahkan kepadaku; supaya mereka menyembah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, dan akulah saksi mereka selama aku berada di tengah-.engah mereka. Tetapi setelah Kauwafatkan aku, Engkau Pengawas mereka dan Engkau pula yang menyaksikan segala sesuatu. Kalau Engkau siksa mereka, mereka adalah hamba-hambaMu, kalaupun Engkau ampuni mereka, Engkau Penguasa Maha Mulia dan Bijaksana." (QS, 5:116-118)
Pandangan Nasrani adalah Trinitas dan Isa adalah anak Allah. Sedangkan Islam menolak semua itu dengan tegas sekali, menolak bahwa Tuhan mempunyai anak. "Katakan: 'Allah itu Satu. Allah itu abadi dan mutlak. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tiada satu apa pun yang menyerupai-Nya." (QS, 112:1-4) "Tidak sepatutnya bagi Allah akan mengambil anak. Maha Suci Ia." (QS, 19:35) "Hal seperti terhadap Isa bagi Allah sama seperti terhadap Adam; dijadikan-Nya ia dari tanah lalu dikatakan: jadilah, maka jadilah ia." (QS, 3:59) Pada dasarnya Islam adalah agama Tauhid, dalam pengertian Tauhid yang murni dan kuat sekali, dan dalam pengertian Tauhid yang sederhana dan jelas sekali. Setiap kemungkinan yang akan mengaburkan pengertian dan pikiran Tauhid, Islam tegas menolaknya dan menganggapnya kufur. "Allah tidak akan mengampuni bila Dia dipersekutukan. Tetapi selain itu akan diampuniNya siapa saja yang dikehendakiNya." (QS, 4:48)
Bagaimanapun konsepsi Masehi tentang Trinitas, yang memang mempunyai hubungan sejarah dengan beberapa agama lama, namun bagi Muhammad itu sama sekali bukan suatu kebenaran. Yang benar ialah Allah itu Esa, tidak bersekutu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tak ada apapun yang menyerupaiNya. Jadi tidak heran kalau antara Muhammad dengan pihak Nasrani masa itu terjadi diskusi dengan cara yang baik, dan wahyupun memperkuat Muhammad seperti dalam ayat-ayat itu.
Masalah Penyaliban Al-Masih
Masalah lain yang menimbulkan perbedaan pendapat Islam dan Nasrani, dan menjadi puncak perdebatan antara dua golongan itu pada masa Nabi, ialah masalah penyaliban Isa untuk menebus dosa orang dengan darahnya. Secara tegas Quran telah membantah bahwa orang-orang Yahudi membunuh dan menyalib Isa. "Dan perkataan mereka bahwa: kami telah membunuh Almasih Isa anak Mariam - Utusan Allah. Tetapi mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, melainkan begitu terbayang pada mereka. Dan mereka yang masih berselisih pendapat tentang itu sebenarnya masih ragu, sebab tak ada pengetahuan mereka tentang itu, selain berdasarkan prasangka saja, dan merekapun tidak yakin telah membunuhnya. Bahkan Allah telah mengangkatnya kepadaNya. Maha Mulia Kekuasaan Allah dan Bijaksana." (QS, 4:157-148)
Kalaupun konsepsi tentang penebusan dosa anak-cucu Adam dengan darah Isa memang indah sekali, dan apa yang ditulis orang tentang itu patut menjadi bahan studi dari segala seginya, baik literair, etika atau psikologi, namun prinsip yang telah ditentukan Islam, bahwa orang tidak dibenarkan memikul beban dosa orang lain, dan bahwa setiap orang pada hari kemudian diganjar sesuai dengan perbuatannya - kalau ia berbuat baik dibalas dengan kebaikan, kalau jahat dibalas dengan kejahatan - menyebabkan pendekatan logis antara kedua ajaran ini tidak mungkin. Di sini logika Islam sangat konkrit, sehingga tak ada gunanya usaha mencari persesuaian, melihat garis perbedaan yang begitu tajam antara konsepsi penebusan dan konsepsi hukum yang bersifat pribadi. "Seorang bapa takkan dapat menolong anaknya, dan anakpun tiada sedikit juga akan dapat menolong bapanya." (QS, 31:33)
Tentang agama baru ini, sudah adakah dari kalangan Nasrani ketika itu yang mau memikirkannya, serta melihat kemungkinan bertemunya konsepsi Tauhid dengan ajaran yang dibawa Isa itu? Ya, memang ada, dan banyak di antara mereka itu yang lalu beriman kepada ajaran ini.
Rumawi Dan Kaum Muslimin
Akan tetapi Kerajaan Rumawi - yang karena kemenangannya kaum Muslimin telah turut gembira dan menganggapnya suatu kemenangan bagi agama-agama Kitab - penguasa-penguasanya tidak mau bersusah payah mempelajari agama baru itu. Mereka memandang semua kemungkinan hanya dari segi politik semata dan yang dipikirkan hanya nasib kerajaannya bila agama yang baru itu kelak mendapat kemenangan. Oleh karena itu mereka malah bersekongkol menentangnya, dengan mengirimkan pasukan besar-besaran - suatu sumber mengatakan seratus ribu, yang lain mengatakan duaratus ribu - yang mengakibatkan timbulnya perang Tabuk. Pihak Rumawi ternyata mundur berhadapan dengan pasukan Muslimin - dengan Muhammad sebagai komandannya - yang hendak menangkis serangan musuh yang tidak diinginkan itu.
Sejak itulah kaum Muslimin dan kaum Nasrani berada dalam posisi permusuhan politik, yang selama berabad-abad berikutnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin. Selama itu lingkungan kekuasaan mereka membentang sampai ke Andalusia di sebelah barat, ke India dan Tiongkok di sebelah timur. Sebagian besar daerah-daerah ini menerima agama baru itu dan bahasa Arab sebagai bahasa yang sudah ditentukan.
Setelah tiba masanya sejarah harus beredar, pihak Nasrani pun mengusir kaum Muslimin dari Andalusia, memerangi mereka dengan serangkaian Perang Salib. Mereka menyerang agama dan Nabi dengan cara yang sangat keji, disertai kebohongan dan fitnah semata-mata. Demikian kejinya mereka itu, sehingga lupa mereka tentang apa yang pernah disampaikan Muhammad 'alaihissalam dalam hadis-hadis dan dalam Qur'an melalui wahyu yang diturunkan kepadanya, bahwa Islam mengangkat martabat Isa 'alaihissalam setinggi yang diberikan Allah kepadanya.
Penulis-Penulis Kristen Dan Muhammad
Ketika menguraikan, pandangan penulis-penulis Kristen sampai pada pertengahan abad kesembilanbelas, sehubungan dengan adanya mereka yang berprasangka jahat terhadap Muhammad Dictionnaire Larousse menyebutkan demikian: "Dalam pada itu Muhammad masih tetap sebagai tukang sihir yang hanyut dalam kerusakan akhlak, perampok unta, seorang kardinal yang tidak berhasil menduduki kursi Paus, lalu menciptakan agama baru untuk membalas dendam kepada kawan-kawannya. Cerita-cerita khayal dan cabul banyak terjadi dalam sejarah hidupnya. Sejarah hidup Bahaume (Muhammad) hampir terdiri dari hasil lektur semacam itu. 'Cerita Muhaimmad' yang disiarkan oleh Reinaud dan Francisque Michel tahun 1831 melukiskan kepada kita pandangan orang-orang yang hidup dalam Abad Pertengahan itu tentang dia. Dalam abad ketujuhbelas Bell memberikan suatu tanggapan tentang sejarah yang sifatnya merendahkan arti Qur'an dengan suatu tinjauan berdasarkan sejarah. Sungguhpun begitu ia masih diliputi oleh ketentuan-ketentuan yang salah mengenai dirinya. Akan tetapi dia mengakui, bahwa ketentuan moral dan sosial yang dibuatnya tidak berbeda dengan ketentuan Kristen, kecuali soal hukum qishash (Lex Talionis?) dan polygyny."
Dari sekian banyak Orientalis yang telah membuat analisa tentang sejarah hidup Muhammad, ada seorang di antaranya yang agak jujur, yaitu penulis Perancis Emile Dermenghem. Ia memperingatkan kolega-kolega yang menulis tentang agama ini dengan mengatakan: "Sesudah pecah perang Islam-Kristen, dengan sendirinya jurang pertentangan dan salah-pengertian bertambah lebar, tambah tajam. Orang harus mengakui, bahwa orang-orang Baratlah yang memulai timbulnya pertentangan itu sampai begitu memuncak. Sejak zaman penulis-penulis Bizantium, tanpa mau bersusah payah mengadakan studi -kecuali Jean Damasceme- telah melempari Islam dengan pelbagai macam penghinaan. Para penulis dan penyair menyerang kaum Muslimin Andalusia dengan cara yang sangat rendah. Mereka menuduh, bahwa Muhammad adalah perampok unta, orang yang hanyut dalam foya-foya, mereka menuduhnya tukang sihir, kepala bandit dan perampok, bahkan menuduhnya sebagai seorang pendeta Rumawi yang marah dan dendam karena tidak dipilih menduduki kursi Paus ... Dan yang sebagian mengiranya ia adalah tuhan palsu, yang oleh pengikut-pengikutnya dibawakan sesajen berupa kurban-kurban manusia. Bahkan Guibert de Nogent sendiri, orang yang begitu serius masih menyebutkan, bahwa Muhammad mati karena krisis mabuk yang jelas sekali, dan bahwa tubuhnya kedapatan terdampar di atas timbunan kotoran binatang dan sudah dimakan babi. Oleh karena itu, lalu ditafsirkan, bahwa itulah sebabnya minuman keras dan daging binatang itu diharamkan.
Di samping itu ada beberapa nyanyian yang melukiskan Muhammad sebagai berhala dari emas, dan mesjid-mesjid sebagai kuil-kuil kuno yang penuh dengan patung-patung dan gambar-gambar. Pencipta "Nyanyian Antakia" (Chanson d'Antioche) membawa cerita tentang adanya orang yang pernah melihat berhala "Mahom" terbuat dari emas dan perak murni dan dia duduk di atas seekor gajah di tempat yang terbuat dari lukisan mosaik. Sedang "Nyanyian Roland" (Chanson de Roland) melukiskan pahlawan-pahlawan Charlemagne menghancurkan berhala-berhala Islam, dan mengira bahwa kaum Muslimin di Andalusia itu menyembah trinitas terdiri dari Tervagant, Mahom dan Apollo. Dan "Cerita Muhammad" (Le Roman de Mahomet) itu menganggap, bahwa Islam membenarkan wanita melakukan polyandri.
"Cara berpikir yang penuh dengan kedengkian dan penuh legenda itu tetap menguasai kehidupan mereka. Sejak zaman Rudolph de Ludheim, sampai saat kita sekarang ini, masih ada saja orang-orang semacam Nicolas de Cuse, Vives, Maracci, Hottinger, Bibliander, Prideaux dan yang lain. Mereka itu menggambarkan Muhammad sebagai penipu, dan Islam merupakan sekumpulan kaum bidat. Semua itu adalah perbuatan setan. Kaum Muslimin adalah orang-orang buas sedang Qur'an adalah suatu gubahan yang tak berarti. Mereka tidak membicarakannya secara sungguh-sungguh, karena sudah dianggap tidak ada artinya. Tetapi, dalam pada itu Pierre le Venerable, pengarang pertama yang telah menulis risalah anti Islam di Barat dalam abad keduabelas telah menterjemahkan Qur'an ke dalam bahasa Latin. Dalam abad keempatbelas Peirre Pascal termasuk orang yang mau mendalami studi-studi tentang Islam. Innocent III pernah melukiskan Muhammad, bahwa dia adalah musuh Kristus (Antichrist). Sedang abad Pertengahan menganggap Muhammad seorang heretik (melanggar ajaran agama Kristen). Orang-orang semacam Raymond Lulle dalam abad keempatbelas, Guellaume Postel dalam abad keenambelas, Roland dan Gagnier dalam abad kedelapanbelas, Pendeta de Broglie dan Renan dalam abad kesembilanbelas, mempunyai tanggapan yang beraneka ragam. Sebaliknya orang-orang semacam Comte Boulainvilliers, Scholl, Caussin de Perceval, Dozy, Sprenger, Barthelemy Saint-Hilaire, de Casteries, Carlyle dan yang lain, pada umumnya mereka memperlihatkan sikap jujur terhadap Islam dan Nabi, dan kadang memperlihatkan sikap hormat. Sungguhpun begitu, dalam tahun 1876 Droughty bicara tentang Muhammad dengan mengatakan: "Itu Arab munafik yang kotor." Sebelum itu, dalam tahun 1822 juga Foster telah mencacinya. Sampai sekarang sebenarnya masih ada musuh-musuh Islam itu yang bersemangat."5
Kita sudah melihat, bukan, penulis-penulis Barat itu, begitu rendah menyerangnya? Juga sudah kita lihat kegigihan mereka selama berabad-abad yang mau menanamkan rasa permusuhan dan kebencian di kalangan umat manusia. Padahal di kalangan mereka itu ada orang-orang yang sudah mengalami zaman yang biasa disebut zaman ilmu pengetahuan, zaman riset dan zaman kebebasan berpikir serta adanya deklarasi persaudaraan antara sesama manusia. Dengan adanya orang-orang yang jujur dalam batas-batas tertentu telah mengurangi juga adanya pengaruh yang menyesatkan seperti yang diisyaratkan oleh Dermenghem itu. Di antara mereka ada yang mengakui kebenaran iman Muhammad membawakan risalah itu yang dipercayakan Allah kepadanya melalui wahyu yang harus disampaikan. Ada pula yang sangat menghargai kebesaran Muhammad dalam arti rohani, ketinggian akhlaknya, harga dirinya serta jasanya yang tidak sedikit. Ada yang melukiskan semua itu dengan gaya yang kuat dan indah sekali. Meskipun demikian, pihak Barat masih juga berprasangka buruk terhadap Islam dan terhadap Nabi, kemudian demikian beraninya mereka itu sampai-sampai di daerah-daerah Islam sendiri kalangan misionaris melancarkan penghinaan yang begitu rendah, dan berusaha membelokkan kaum Muslimin dari ajaran agamanya kepada agama Kristen.
Sebab Permusuhan Islam-Kristen
Atas semua itu harus kita selidiki sebab-sebab timbulnya permusuhan sengit dan peperangan yang begitu dahsyat yang telah dimulai oleh pihak Kristen terhadap Islam itu. Menurut hemat kita, kurangnya pengetahuan pihak Barat tentang hakekat Islam dan sejarah Nabi adalah sebab pertama yang menimbulkan permusuhan itu. Kurangnya pengetahuan ini sudah tentu merupakan sebab-sebab timbulnya sikap kaku dan fanatisma yang paling berat dan rumit. Seabad demi seabad kurangnya pengetahuan demikian ini makin bertimbun dan kemudian ia menjelma menjadi patung-patung dan berhala-berhala dalam jiwa generasi berikutnya, yang untuk menghilangkannya tentu memerlukan suatu kekuatan jiwa yang besar, seperti pada mula lahirnya kekuatan Islam dulu.
Kristen Tidak Sesuai Dengan Watak Barat
Akan tetapi kita melihat ada sebab lain di luar kurangnya pengetahuan itu saja yang telah mendorong pihak Barat menjadi fanatik dan sampai membangkitkan peperangan yang begitu fatal, sebentar-sebentar dilancarkan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Juga tidak terlintas dalam pikiran kita tentang apa yang biasa kita rasakan adanya hubungan politik yang buruk dan ingin menguasai bangsa lain untuk dieksploitir. Menurut hemat kita itu adalah akibat -bukan sebab- dan adanya fanatisma yang sudah begitu merasuk sampai ke soal ilmu dan penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Sebabnya ialah, menurut hemat kita, oleh karena ajaran Kristen yang mengajak orang menjauhkan kehidupan duniawi, sifat maaf dan pengampunan serta pengertian-pengertian hidup rohani yang luhur, tidak sesuai dengan perangai Barat, yang sejak ribuan tahun dalam lingkungan agama polytheisma, dan letak geografisnya menghendaki perjuangan sengit melawan iklim dingin, melawan kesulitan dan keadaan yang serba sukar. Apabila peristiwa-peristiwa sejarah mengharuskan juga Barat menganut agama Kristen ini, maka tidak bisa lain ia harus juga dilibatkan ke dalam kancah perjuangan itu dan memaksa agama itu meninggalkan sifatnya yang lemah-lembut dan indah, meninggalkan keseimbangan rohani yang seharusnya menjadi mata rantai kesatuan yang telah disempurnakan oleh Islam: yakni kesatuan yang membuat harmonis antara rohani dan jasmani, antara perasaan dan akal, emosi dan rasio, secara individu dan universal bersama-sama berada dalam hukum alam, yakni keduanya sejalan dalam ruang dan waktu yang tak terbatas.
Menurut hemat kita, inilah sumber yang menyebabkan fanatisma Barat yang memusuhi Islam, suatu sikap yang menyebabkan kaum Kristen Abisinia menjadi jijik melihatnya - tatkala kaum Muslimin mencari perlindungan pada masa mula-mula Nabi mengajak orang kepada agama Allah.
Inilah, menurut pendapat saya, sebab timbulnya ekses dan cara yang berlebih-lebihan di kalangan orang-orang Barat, baik dalam beragama maupun dalam atheisma, fanatisma yang berlebih-lebihan serta perjuangan yang tidak mengenal belas kasihan dan tidak mengenal ampun. Apabila dari mereka sejarah sudah mengenal adanya orang-orang suci, yang dalam hidup mereka mengikuti jejak Isa Al-Masih dan pengikut-pengikutnya, juga sejarah sudah mengenal kehidupan bangsa-bangsa di Barat yang selalu hidup dalam pertentangan, dalam perjuangan, peperangan-peperangan yang dahsyat, atas nama politik atau atas nama agama, dan dikenalnya pula, bahwa paus-paus atau pembesar-penmbesar gereja dan mereka yang memegang kekuasaan temporal, selalu dalam persaingan mau saling mengalahkan. Suatu saat golongan ini yang menang, nantinya yang lain lagi yang menang.
Oleh karena kemenangan terakhir dalam abad kesembilanbelas itu berada di tangan kekuasaan temporal6, maka kekuasaan ini berusaha hendak membasmi kehidupan rohani atas nama ilmu pengetahuan. Ia mengira, bahwa dalam kehidupan umat manusia ilmu itu akan dapat menggantikan iman seperti dalam kehidupan rohani. Sesudah melalui perjuangan yang cukup lama, sekarang mereka mengetahui bahwa pendapat demikian itu salah sekali, dan bahwa apa yang mereka tuju itu dalam kenyataannya tak mungkin dapat dilaksanakan. Sekarang di Barat terdengar jeritan disana-sini mengajak mereka kembali mencari pegangan rohani yang sudah hilang. Mereka mencari pegangan itu d dalam maupun di luar teosofi7. Sekiranya ajaran Kristen itu memang sesuai dengan naluri perjuangan yang telah dibawa oleh hukum alam sebagai sebagian cara hidup Barat, sesudah ternyata konsepsi materialisma mereka tidak berhasil memberikan konsumsi rohani, tentu akan kita lihat mereka kembali mencari pegangan agama Kristen yang begitu indah, agama Isa anak Mariam -kalaupun Tuhan belum akan membimbing mereka kepada Islam- dan tidak perlu mereka pergi berpindah ke India atau ke tempat lain, mencari pegangan hidup rohani, yang oleh manusia sangat dirasakan perlunya seperti kebutuhan bernapas; sebab ini merupakan sebagian kodratnya, bahkan merupakan sebagian dari jiwa raganya.
Penjajahan Dan Propaganda Anti Islam
Ternyata imperialisma Barat memberikan bantuan dalam meneruskan serangan yang mereka lancarkan terhadap Islam dan terhadap Muhammad, dan minta mereka supaya berpendirian seperti penduduk Mekah yang menginginkan supaya agama Nasrani menderita kehinaan karena kekalahan Heraklius dan Rumawi menghadapi Persia. Pernah mereka mengatakan - dan masih banyak di antara mereka yang mengatakan - bahwa Islam itulah yang menyebabkan mundurnya bangsa-bangsa yang menganutnya dan menyebabkan mereka tunduk kepada pihak lain. Ini adalah kebohongan yang kita tolak dengan cukup mengingatkan kepada mereka yang mengatakan itu, bahwa peradaban umumnya dan kekuasaan dunia yang cukup dikenal selama berabad-abad itu berada di tangan bangsa-bangsa yang yang terdiri dari umat Islam itulah. Di sana pusat ilmu pengetahuan dan tempat sarjana-sarjana, dari sana pula datangnya pelopor kemerdekaan, yang oleh Barat belum selang lama ini baru dikenalnya. Apabila mungkin mundurnya beberapa golongan bangsa akan dihubungkan dengan agama yang dianutnya, maka agama itu tentu bukan Islam, Islam yang telah membuat orang-orang pedalaman seluruh jazirah Arab jadi bangkit dan dapat membuat mereka menguasai dunia.
Akan tetapi kemunduran bangsa-bangsa yang telah menjadi beban bagi Islam itu sangat disayangkan bila akan dihubungkan kepada agama yang sebenarnya tidak demikian; bukan itu yang dikehendaki oleh Allah dan oleh Rasul. Tapi mereka menganggap bahwa yang demikian itulah dasar agama dan barangsiapa yang menentang ia akan dianggap atheis.
Islam Dan Apa Yang Terjadi Dengan Umat Islam
Kita tinggalkan dulu bicara tentang agama ini, dan mari kita lihat sejarah orang yang membawanya - Muhammad 'alaihissalam.
Banyak buku-buku sejarah tentang kehidupan Nabi itu yang telah menambahkan hal-hal yang tak dapat diterima akal dan yang memang tidak diperlukan menambahkan demikian untuk menguatkan risalahnya itu. Dan apa yang ditambah-tambahkan, itulah yang dijadikan pegangan oleh kalangan Orientalis dan oleh mereka yang mau mendiskreditkan Islam dan Nabi, juga oleh mereka yang mau mengecam umat Islam; dijadikannya itu tongkat penunjuk dalam kecaman mereka yang akan cukup memanaskan hati setiap orang yang berpikir jujur.
Hal semacam ini dan apa yang mereka ciptakan sendiri, itulah yang menjadi pegangan mereka, lalu mereka mengatakan, bahwa mereka menulis itu berdasarkan metoda ilmiah yang modern, metoda yang mengemukakan peristiwa-peristiwa, orang-orang dan pahlawan-pahlawan. Lalu diberikannya suatu penilaian yang pantas jika dianggap pada tempatnya mengeluarkan penilaian demikian. Dan kalau kita baca dengan seksama apa yang mereka tulis itu akan kita lihat bahwa hal itu sebenarnya penuh dengan nafsu permusuhan dan caci-maki, terbungkus dalam susunan kata-kata yang tidak kurang indahnya, menarik hati mereka yang sepaham dengan anggapannya, bahwa pembahasannya itu ilmiah, terdorong hanya akan mencari kebenaran semata-mata, ingin meneropongnya dari segenap penjuru. Inilah yang dituju oleh penulis-penulis dan ahli-ahli sejarah yang fanatik itu. Hanya saja, adanya beberapa orang yang masih dapat berpikir lebih tenang - baik penulis atau sarjana -menyebabkan mereka yang berpikiran bebas itu dapat bersikap lebih adil dan jujur, sekalipun dari pihak Kristen sendiri.
Dalam berbagai macam bidang beberapa ulama Islam telah tampil dan berusaha menangkis tuduhan orang-orang Barat yang fanatik itu. Dan nama Syaikh Muhammad Abduh tentu yang paling menonjol dalam bidang ini. Tetapi mereka ini tidak menempuh metoda yang ilmiah -seperti didakwakan oleh penulis-penulis dan ahli-ahli sejarah Eropa, sebab hanya merekalah yang memakai cara itu. Maksudnya supaya dalam menghadapi lawan alasan mereka lebih kuat. Kemudian lagi ulama Islam itu - dan Syaikh Muhammad Abduh yang terutama - telah dituduh atheis dan kufur. Maka argumentasi mereka itu menjadi makin lemah di depan lawan Islam.
Sikap Jumud Di Kalangan Pemuda
Tuduhan mereka itu sebenarnya memberi pengaruh besar dalam jiwa angkatan muda Islam yang terpelajar. Terkesan di kalangan pemuda itu, bahwa atheisma dan logika sejalan dengan ijtihad (aktif), sedang iman sama dengan Jumud (pasif). Oleh karena itu jiwa mereka gelisah. Mereka pergi membaca buku-buku Barat; dengan itu mereka akan mencari kebenaran, dengan keyakinan bahwa mereka tidak mendapatkan yang demikian itu dalam buku-buku kaum Muslimin. Dengan sendirinya buku-buku agama dan sejarah Kristen tidak juga terpikirkan oleh mereka; mereka sudah hanyut ke dalam buku-buku filsafat, yang dengan gayanya yang ilmiah itu mereka mencari setitik air yang akan menghilangkan rasa dahaga akan kebenaran yang ada dalam jiwa mereka itu, dan dengan logika yang dikemukakannya sudah merupakan nyala suci yang masih tersembunyi dalam jiwa umat manusia dan dijadikannya pula alat komunikasi yang akan mengantarkan mereka kepada alam serta kebenaran yang tertinggi. Dalam buku-buku Barat, baik dalam filsafat, etika atau humanities pada umumnya banyak sekali yang akan mereka dapati dengan sangat menarik hati, baik karena gayanya yang indah, atau karena logikanya yang kuat serta apa yang tampaknya hendak memperlihatkan adanya kemauan baik dan niat yang ikhlas hendak mencapai pengetahuan demi kebenaran. Oleh karena itu jiwa pemuda-pemuda itu jadi jauh dari pemikiran tentang agama-agama semua dan tentang risalah Islam serta pembawanya.
Sikap mereka itu guna menghindarkan diri jangan sampai timbul konflik antara mereka dengan kebekuan beragama sebab mereka yakin takkan dapat mengalahkannya, juga karena mereka tidak menyadari, betapa pentingnya hubungan yang akan mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih sempurna, sehingga kekuatan moralnyapun akan berlipat-ganda.
Ilmu Dan Literatur Barat
Pemuda-pemuda itu telah menghindarkan diri dari pemikiran tentang agama-agama itu semuanya, juga tentang risalah Islam dan pembawanya. Lebih-lebih lagi mereka menghindarkan diri itu karena ilmu pengetahuan positif dan filsafat positivisma yang mereka lihat mengatakan bahwa masalah-masalah agama berada di luar logika dan tidak masuk ke dalam lingkungan pemikiran ilmiah, dan segala yang berhubungan dengan itu, dalam bentuk pemikiran metafisika juga sama sekali tidak termasuk dalam metoda ilmiah. Kemudian mereka melihat adanya pemisahan yang begitu jelas dan tajam antara gereja dan negara di Barat, serta melihat negara-negara yang sudah menentukan dalam undang-undang dasarnya, bahwa kepala negara adalah pelindung Protestan atau Katolik, atau menentukan bahwa agama negara yang resmi adalah Kristen, dengan maksud supaya dengan demikian hari-hari besar yang berhubungan dengan itu tidak bertambah banyak. Bertambah kuat mereka bertahan dalam pemikiran ilmiah dan segala yang berhubungan dengan itu, perhatian merekapun akan bertambah besar pula terhadap masalah-masalah filsafat, ilmu dan budaya.
Setelah tiba masanya mereka harus berpindah dari dunia studi ke tengah-tengah kehidupan praktis, kehidupan itu membuat mereka lebih sibuk daripada hanya memikirkan masalah-masalah, yang tadinya sudah mereka tinggalkan. Maka arah pemikiran itu masih tetap dalam arus yang pertama: melihat kebekuan berpikir itu dengan rasa kasihan dan sinis- Ia terus menghirup udara pemikiran Barat dan filsafat Barat, yang dirasakannya begitu lezat, sehingga bertambah kagum ia, bertambah kuat bertahan atas apa yang sudah diperolehnya itu.
Memang tak dapat disangkal, bahwa dewasa ini Timur sangat perlu sekali menghirup udara Barat dalam cara berpikir, dalam ilmu dan budaya. Dunia Islam di Timur dewasa ini sudah terputus dari Islam masa lampau oleh adanya kebekuan berpikir dan fanatisma selama berabad-abad. Cara berpikir masa lampau yang sehat sudah begitu tebal tertimbun oleh kebodohan dan serba prasangka terhadap segala yang baru. Maka tak ada jalan lain, bagi yang ingin mengikis semua timbunan itu, ia harus bersandar pada bentuk-bentuk pemikiran dunia yang lebih baru, supaya dengan demikian dapat mencapai masa kini yang cemerlang serta peninggalan masa lampau yang gemilang.
Usaha-Usaha Modernisasi Dunia Islam
Sudah sepantasnya kalau kita mengatakan kepada Barat, bahwa penyelidikan-penyelidikan berharga yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Barat dewasa ini tentang sejarah dan studi-studi Islam dan Dunia Timur, telah membuka jalan baru bagi pemuda-pemuda Islam sendiri dan pemuda-pemuda di Timur dalam memperbanyak bahan-bahan penyelidikan tentang studi itu. Dan harapan akan sampai kepada kebenaranpun lebih besar pula. Dengan sendirinya mereka akan lebih mudah memahami jiwa Islam dan jiwa Timur. Oleh karena orientasi baru itu sudah dimulai dari Barat, maka pemuda-pemuda itu harus mengikutinya terus sambil mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang ada, lalu menanamkan jiwa yang sebenarnya hidup dalam sejarah, diteruskan sampai ke masa kini. Bukan hanya sebagai studi dan penyelidikan saja, tetapi juga harus dilihat sebagai suatu peninggalan rohani dan mental yang patut diwakili oleh para pewarisnya; penerangan harus ditambah dan diperbanyak, sehingga kebenaran yang tersembunyi itu akan tampak lebih jelas.
Dewasa ini banyak sudah pemuda-pemuda yang mengadakan penyelidikan-penyelidikan dengan metoda ilmiah yang sebenarnya. Kalangan Orientalis sendiripun mendukung usaha-usaha mereka dan sangat menghargai jasa-jasa mereka itu.
Misi Penginjil Dan Golongan Yang Berpikiran Beku
Sementara kerja-sama ilmiah yang seharusnya akan memberikan hasil yang baik ini lahir, tiba-tiba timbul pula kegiatan pihak gereja Kristen melakukan serangkaian serangan terhadap Islam dan terhadap Muhammad demikian rupa, tidak kurang dan apa yang kita sebutkan tadi. Di samping itu pihak imperialisma Baratpun mendukung pula kegiatan ini, dengan segala kemampuan yang ada padanya, atas nama kemerdekaan berpikir. Padahal mereka yang melakukan serangan dan kecaman itu telah keluar meninggalkan negerinya sendiri, mereka terpisah dari apa yang mereka namakan ,peneguhan iman, dalam jiwa saudara-saudara mereka seagama itu. Juga penganjur-penganjur kebekuan berpikir (jumud) di kalangan kaum Muslimin sendiri telah mendapat dukungan imperialisma pula. Selanjutnya tangan imperialisma ini juga yang memberikan dorongan kepada apa saja yang dapat diselundupkan ke dalam Islam - dan yang sebenarnya bukan dari Islam - dan ke dalam sejarah hidup Rasul, berupa dongengan-dongengan yang tak masuk akal dan bertentangan dengan selera. Ia memberikan dorongan kepada usaha-usaha orang yang mengecam Islam dan mengecam Muhammad dengan apa saja yang dapat dimasukkan ke dalam Islam dan ke dalam sejarah Rasul.
Terpikir Menulis Buku Ini
Tugas pekerjaan saya memberi kesempatan kepada saya melihat peristiwa-peristiwa itu pada beberapa daerah Islam sebelah timur, bahkan di seluruh daerah Islam, serta mempelajari adanya maksud yang ingin mengikis habis kehidupan moral daerah-daerah itu dengan jalan membasmi kemerdekaan berfikir, kebebasan menyelidiki demi kebenaran itu. Terasa oleh saya bahwa saya memikul suatu kewajiban dalam hal ini. Maksud yang menjadi tujuan rencana itu, yang sebenarnya akan membahayakan seluruh umat manusia - bukan hanya membahayakan Islam dan dunia Timur saja - harus dipatahkan. Apatah kiranya bencana yang lebih besar menimpa umat manusia daripada kekerdilan dan kebekuan berpikir, yang sepanjang sejarah lebih dari separohnya telah menimpa peradaban.
Karena itu terpikir oleh saya -dan lama sekali saya memikirkan hal itu- yang akhirnya mengantarkan pemikiran saya itu kepada suatu studi tentang kehidupan Muhammad, pembawa risalah Islam itu, tentang sasaran kecaman pihak Kristen di satu segi, dan tentang kebekuan berpikir kaum Muslimin sendiri dari segi lain. Akan tetapi studi ini hendaknya bersifat ilmiah, sejalan dengan metoda modern di Barat, demi kebenaran, dan untuk kebenaran semata.
Saya mulai dengan membahas sejarah hidup Muhammad. Saya ulangi lagi dengan memeriksa Sirat ibn Hisyam, Tabaqat oleh Ibn Sa'd, al-Maqhazi oleh al-Waqidi, demikian juga buku Syed Ameer, Ali The Spirit of Islam. Kemudian tidak lepas saya membaca buku-buku beberapa Orientalis, seperti Dermenghem dan Washington Irving. Ketika pada musim dingin tahun 1932 saya berada di Luxor, saya pergunakan kesempatan ini dengan mulai menulis. Ketika itu saya masih ragu-ragu akan mengadakan penyelidikan yang akan saya kemukakan kepada para pembaca ini sebagai suatu hasil pekerjaan saya sendiri, sebab saya kuatir akan timbul heboh dari golongan yang masih beku cara berpikirnya dan masih percaya kepada bermacam-macam takhayul, sehingga kelak tujuan saya semula akan terganggu karenanya.
Akan tetapi adanya sambutan yang saya terima, dorongan dan sumbangan pikiran yang diberikan kepada saya oleh pemuka-pemuka lembaga cukup menunjukkan adanya perhatian terhadap penyelidikan yang akan saya lakukan ini. Saya jadi berpikir lebih sungguh-sungguh lagi hendak melaksanakan niat saya menulis sejarah hidup Muhammad ini lebih terperinci, dengan cara yang ilmiah. Sekarang saya memikirkan jalan yang paling baik dalam meneliti sejarah itu, sesuai dengan kemampuan yang ada pada saya.
Qur'an Sebagai Sumber Paling Otentik
Sudah jelas buat saya, bahwa sumber yang paling otentik dalam penulisan sejarah ini ialah Qur'an Suci. Segala peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan Nabi, diberikan isyaratnya dalam Qur'an, sehingga dapat dipakai sebagai bahan penunjuk dalam mengadakan pembahasan itu. Dengan dasar itu dapat pula diteliti apa yang terdapat dalam buku-buku Hadis dan sejarah Nabi yang bermacam-macam itu. Saya pun berusaha hendak mengetahui sesuatu dalam Qur'an yang ada hubungannya dengan kehidupan Nabi. Suatu bantuan besar dalam hal ini telah diberikan kepada saya oleh Tuan Ahmad Lutfi as-Sayyid, pejabat pada Perpustakaan (Nasional) Mesir, berupa buku-buku referensi, bab demi bab, tentang ayat-ayat Qur'an yang berhubungan dengan kehidupan orang yang telah diberi Wahyu Kitab Suci itu. Saya cocokkan ayat-ayat itu, dan rupanya harus juga saya pelajari sebab-sebab turunnya, waktu turunnya serta hubungannya satu sama lain. Harus saya akui juga - sedemikian jauh saya berusaha - belum juga bertemu dengan semua yang saya maksudkan. Kadang kitab-kitab tafsir Qur'an memberi petunjuk ke arah ini, tapi kadang juga tidak. Buku-buku seperti Asbab'n-Nuzul oleh al-Wahidi dan An-Nasikh wal-Mansukh oleh Ibn Sallama hanya dengan singkat saja membicarakan persoalan yang sangat berharga ini, yang justru patut mendapat penelitian dan pembahasan.
Akan tetapi apa yang saya temukan dalam kedua buku itu dan dalam buku-buku tafsir mengenai beberapa rnasalah, dapat juga saya pergunakan sebagai bahan penelitian terhadap buku-buku lain mengenai sejarah Nabi. Dalam kedua buku itu dan dalam buku-buku tafsir tersebut saya temukan beberapa hal yang patut sekali dikoreksi oleh ulama yang sudah mendalami pengetahuan Qur'an dan Hadis serta mencocokkannya kembali secara lebih teliti.
Konsultasi Yang Tepat
Setelah agak jauh saya mengadakan penyelidikan, tampak oleh saya adanya konsultasi yang tepat sekali disampaikan kepada saya dari beberapa pihak, lebih-lebih lagi -dengan sendirinya- dari kalangan guru-guru besar dan pemuka-pemuka agama. Dan bantuan paling besar saya terima ialah dari Perpustakaan (Nasional) Mesir dan para pejabatnya yang telah mengulurkan tangan memberikan bermacam-macam bantuan, yang sebagai penghargaan tidak cukuplah rasanya ucapan terimakasih saya ini. Memadai juga kiranya bila saya sebutkan, bahwa Tuan 'Abd'r-Rahim Mahmud, Korektor bagian Lektur pada Perpustakaan, tidak jarang pula membebaskan saya dari harus pergi sendiri ke perpustakaan serta meminjamkan buku-buku yang saya kehendaki disertai sikap ramah-tamah, baik oleh Direktur atau pejabat-pejabat tinggi lainnya yang bertugas. Juga perlu saya sebutkan, bahwa setiap kali saya mengunjungi perpustakaan itu sehubungan dengan penyelidikan yang perlu saya lakukan, selalu saya menerima layanan yang begitu baik sekali, baik dari pejabat tinggi atau pejabat bawahan, baik yang saya kenal atau yang tidak saya kenal. Dalam hal saya kadang terbentur pada beberapa masalah, maka datanglah kawan-kawan itu membukakan jalan, sehingga tidak jarang hal ini merupakan bantuan yang besar sekali bagi saya. Sering juga saya jumpai bantuan demikian itu dari Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi, Rektor Al-Azhar, dari sahabat karib saya Ja'far (Pasya) Wali, yang telah meminjamkan beberapa buah buku kepada saya seperti Shahih Muslim dan buku-buku sejarah tentang Mekah. Ditunjukkannya pula beberapa masalah, diantarkannya saya ke tempat yang saya perlukan. Demikian juga sahabat saya Makram 'Obaid, telah meminjamkan buku Sir William Muir, The Life of Mohammad8, buku Lammens, L'Islam, di samping pertolongan yang saya peroleh dari karya-karya kontemporer yang sangat berharga seperti Fajr'l-lslam oleh Ahmad Amin, Qishah'l-Anbia' oleh 'Abd'l Wahhab an-Najjar, Fil-Adab'l-Jahili oleh Dr. Taha Husain, Al Yahud fi Bilad'l-'Arab oleh Israel Wilfinson. Selain itu banyak lagi buku-buku lain oleh penulis-penulis kontemporer yang saya sebutkan dalam bibliografi buku-buku lama dan baru, yang saya pergunakan dalam menyiapkan buku ini.
Dalam Batas-Batas Biografi, Tidak Lebih
Setiap saya mengadakan penyelidikan demikian ini lebih dalam, ternyata ada beberapa problema di depan saya yang perlu dipikirkan lagi dan diselidiki lebih lanjut guna dapat mengatasinya. Seperti buku-buku sejarah dan tafsir yang telah memberikan petunjuk kepada saya dengan cukup memuaskan, demikian juga halnya dengan buku-buku para Orientalis. Akan tetapi dalam menghadapi masalah-masalah itu tampaknya terpaksa saya harus membatasi diri hanya dalam menyelidiki kehidupan Muhammad saja, dengan tidak mengurangi persoalan-persoalan lain yang kiranya ada hubungannya dengan penyelidikan ini. Kalau saya mau menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan sejarah hidup orang yang begitu besar dan cemerlang ini, tentu diperlukan penulisan beberapa jilid dalam ukuran seperti buku ini. Baik juga saya sebutkan, bahwa Caussin de Perceval menulis tiga jilid buku dengan judul Essai sur l'Histoir des Arabes, jilid pertama dan kedua mengenai sejarah dan kehidupan kabilah-kabilah Arab, jilid ketiga tentang Muhammad dan dua orang Khalifahnya, Abu Bakr dan Umar. Demikian juga Tabaqat Ibn Sa'd yang terdiri dari beberapa jilid, jilid pertamanya khusus tentang kehidupan Muhammad, sedang yang selebihnya mengenai kehidupan para Sahabatnya.
Dalam mengadakan penyelidikan ini pada mulanya memang tidak saya maksudkan hendak melampaui batas sejarah kehidupan Muhammad, sebab saya tidak ingin membiarkan ini nanti menjadi kacau, sehingga akan menyimpang dari tujuan yang saya maksud.
Hal lain yang menahan saya hanya pada batas-batas sejarah hidup ini, ialah karena indahnya dan besarnya peristiwa itu, sehingga yang lainpun rasanya akan tertutup karenanya. Alangkah besarnya Abu Bakr! Alangkah besarnya Umar! Keduanya dalam masa Khilafat mereka masing-masing merupakan cahaya bintang sehingga yang lain tertutup karenanya. Betapa besarnya sahabat-sahabat dahulu itu mendampingi Muhammad, dibuktikan oleh generasi demi generasi dan yang kemudian menjadi kebanggaan generasi itu!
Akan tetapi - selama masa hidup Nabi - mereka semua masih dapat bernaung di bawah kebesarannya, masih mendapat percikan sinarnya.
Bagi orang yang menyelidiki sejarah hidup Rasul, tidak mudah akan dapat meninggalkan hal itu untuk berpindah ke soal yang lain. Hal ini terasa sekali apabila pembahasan demikian ini didasarkan kepada metoda ilmiah yang baru, seperti yang akan saya coba ini; yang dengan metoda itu pula justru kelak akan terlihat kebesaran Muhammad, kebesaran yang sekaligus menguasai pikiran, hati nurani dan perasaan manusia, dan menanamkan rasa hormat karenanya, hormat dan percaya betapa kuatnya kebesaran itu, yang dalam hal ini baik bagi Muslim atau non-Muslim tidakkan berbeda pendapat.
Penyelidikan Berguna Bagi Seluruh Umat Manusia
Kalau kita ke sampingkan mereka yang masih fanatik dan keras kepala, yang dalam merendahkan kebesaran Muhammad sudah menjadi kebiasaan mereka, seperti yang dilakukan oleh kaum misi penginjil dan sebangsanya, maka rasa hormat akan kebesaran dan percaya akan kuatnya kebesaran itu akan kita baca jelas sekali dalam buku-buku sarjana-sarjana Orientalis. Dalam Heroes and Hero Worship, Carlyle membicarakan satu pasal tentang Muhammad yang digambarkannya sebagai percikan sinar Ilahi yang kudus yang telah diberikan kepadanya, kemudian dilukiskannya rasa hormat atas kebesaran yang luarbiasa kuatnya itu. Demikian juga Irving, Sprenger, Weil dan Orientalis lainnya, masing-masing dapat menggambarkan kebesaran Muhammad dengan cara yang kuat sekali. Apabila salah seorang di antara mereka itu, dalam memasuki beberapa masalah masih menganggap ada suatu kekurangan pada diri pembawa risalah Islam itu, maka tidak lain itu hanya karena mereka belum lagi mengujinya dan meneliti secara ilmiah yang lebih saksama, atau karena mereka berpegang pada beberapa buku sejarah atau tafsir yang masih diragukan kebenaran sumbernya, dengan melupakan bahwa buku-buku biografi yang pertama itu baru dua abad kemudian sesudah masa Muhammad ditulis orang, dengan menyelip-nyelipkan, -baik dalam sejarah atau dalam ajaran-ajarannya,- Israiliat (dongeng-dongeng Judaica) dan ribuan hadis-hadis palsu. Meskipun kaum Orientalis itu mengakui kenyataan ini, namun mereka tidak mau mengakui kelalaiannya sendiri untuk dapat menentukan sesuatu yang dianggapnya benar itu; padahal dengan sedikit penelitian saja sudah akan dapat ditolak. Di antaranya soal gharaniq misalnya, soal Zaid dan Zainab, soal perkawinan atau isteri-isteri Nabi, yang justru akan menjadi bahan pengujian dan penelitian dalam buku ini.
Sungguhpun begitu saya tidak beranggapan bahwa saya sudah sampai ke tujuan terakhir dalam menyelidiki sejarah hidup Muhammad. Bahkan barangkali akan lebih tepat bila saya katakan, bahwa saya baru dalam taraf permulaan mengadakan penyelidikan dengan metoda ilmiah yang baru ini, dalam bahasa Arab. Segala daya upaya yang saya gunakan dalam hal ini tidak lepas dari, bahwa buku ini baru merupakan taraf permulaan dalam penyelidikan Islam dari segi ilmiahnya. Bilamana sudah ada sarjana-sarjana dan ahli-ahli sejarah yang mengkhususkan diri menyelidiki salah satu kurun (perioda) dalam sejarah - seperti Aulard9 yang khusus menyelidiki sejarah revolusi Perancis dan beberapa sarjana lain yang juga menyelidiki masa-masa tertentu dalam sejarah pelbagai bangsa maka patut sekali bila atas biografi Muhammad ini secara khusus juga diadakan penyelidikan ilmiah yang menyeluruh, yang dapat dilakukan oleh kaum cendekiawan, yang khusus pula dalam bidangnya masing-masing. Tidak sangsi lagi saya, bahwa pengkhususan dan penyelidikan ilmiah untuk waktu yang begitu singkat dalam sejarah tanah Arab serta hubungannya dengan aneka macam bangsa waktu itu, hasilnya akan berguna sekali, bukan saja bagi Islam dan umat Islam, tetapi juga untuk seluruh dunia. Dari segi psikologi dan kehidupan rohani hal ini akan merupakan masalah yang berguna sekali bagi ilmu pengetahuan, di samping penerangan yang akan diperoleh dari segi-segi kehidupan sosial, etika dan hukum. Dalam menghadapi masalah ini ilmu pengetahuan masih saja maju-mundur, terpengaruh oleh pertentangan agama - Islam dan Kristen - serta adanya usaha-usaha yang sia-sia hendak melakukan westernisasi terhadap orang Timur atau kristenisasi terhadap kaum Muslimin, suatu hal yang telah menghasilkan kegagalan dan kekecewaan generasi demi generasi, dan di mana-mana telah menimbulkan pengaruh yang buruk dalam hubungan umat manusia satu sama lain.
Dengan melihat lebih jauh dari semua itu saya berpendapat, bahwa penyelidikan demikian sudah seharusnya akan mengantarkan umat manusia ke jalan peradaban modern yang selama ini dicarinya. Apabila pihak Nasrani di Barat merasa terlalu besar akan mendapatkan cahaya baru itu dari Islam dan dari Rasulnya, lalu menantikan cahaya itu akan datang dari teosofi India dan dari pelbagai macam aliran Timur Jauh lainnya, maka orang-orang di Timur, baik umat Islam, Yahudi atau Kristen, sudah layak sekali mengadakan penyelidikan berharga ini dengan sikap yang bersih dan jujur - yakni satu-satunya cara yang akan mencapai kebenaran.
Cara pemikiran Islam -yang pada dasarnya adalah pemikiran ilmiah menurut metoda modern dalam hubungan manusia dengan lingkungan hidup sekitarnya, yang dari segi ini realistik sekali berubah menjadi pemikiran yang subyektif, yang bersifat pribadi, ketika masalahnya menjadi hubungan manusia dengan alam semesta dan Pencipta alam.
Dengan demikian, dari segi psikologi dan kerohanian, timbullah pengaruh-pengaruh, yang di dalam menghadapinya ilmu pengetahuan sendiri jadi kebingungan, tak dapat mengiakan atau meniadakannya. Dengan demikian ia lalu tidak menganggapnya sebagai kenyataan-kenyataan ilmiah. Sungguhpun begitu kenyataan ini menjadi sendi kebahagiaan hidup manusia dan merupakan unsur formatif dalam tingkah-lakunya. Apakah hidup itu? Apa pula hubungan manusia dengan alam semesta ini? Apa yang menggairahkan hidupnya. Apakah arti kepercayaan bersama, yang memberikan kekuatan moril dalam masyarakat, yang dengan lemahnya kepercayaan bersama itu, masyarakatpun akan turut pula menjadi lemah? Apakah wujud itu? Dan apa pula kesatuan wujud itu? Bagaimana kedudukan manusia dalam kesunyian dan eksistensinya?
Masalah-masalah demikian ini berada di bawah kekuasaan logika abstraksi yang sudah mempunyai bahan literatur yang begitu berlimpah-limpah banyaknya. Akan tetapi, dalam menyampaikan manusia kepada kebahagiaannya, pemecahannya akan lebih dekat kita peroleh dalam kehidupan dan ajaran-ajaran Muhammad daripada dalam logika abstraksi, yang selama berabad-abad sejak dinasti Abbasia, kaum Muslimin telah menghabiskan umurnya untuk itu. Demikian juga orang-orang di Barat, selama tiga abad sejak abad ke-16 hingga abad ke-19 mereka telah menghabiskan umur mereka - kecuali ilmu pengetahuan modern - yang berakhir membawa nasib Barat seperti yang dialami kaum Muslimin masa lampau. Seperti pada masa lampau, masa kinipun ilmu itu kemudian terancam akan terbentur pula tanpa dapat memberikan kebahagiaan kepada umat manusia.
Maka tak ada jalan lain kiranya untuk mencapai kebahagiaan hidup kecuali dengan kembali mencari hubungan subyektif dengan alam ini sebaik-baiknya serta dengan Pencipta alam ini, Yang tak terikat oleh ruang dan waktu, Yang mutlak dalam kesatuan yang tak berubah-ubah, selain dalam arti nisbi dalam hubungannya dengan hidup kita yang singkat ini.
Sudah tentu, sejarah hidup Muhammad ini adalah contoh terbaik dalam mengadakan studi tentang hubungan subyektif dalam arti teori, atau dalam arti praktek, bagi orang yang mempunyai kemampuan ke arah itu. Mengingat jauhnya jarak dalam arti hubungan Ilahi, seperti yang telah dianugerahkan Tuhan kepada Rasulullah, maka orang akan dapat mencoba hal itu pada taraf permulaan. Menurut hemat saya, kedua macam studi ini - bila sudah dapat disesuaikan - akan dapat mengangkat martabat dunia kita sekarang ini dari lembah paganisma, menurut kepercayaan agama dan pengetahuan masing-masing; paganisma yang telah membuat harta satu-satunya tempat pujaan (mammonisma), dengan meremehkan nilai-nilai seni, ilmu, moral dan bakat manusia. Bisa jadi penyesuaian demikian ini masih jauh. Akan tetapi adanya gejala-gejala akan lenyapnya paganisma yang sekarang menguasai dunia kita, mengemudikan kebudayaan yang berkuasa sekarang, tampak jelas sekali bagi setiap orang yang mau mengikuti jalannya sejarah dan peristiwa-peristiwa dunia.
Apabila secara khusus dipelajari sungguh-sungguh sejarah hidup Muhammad itu sebagai Nabi serta ajaran-ajarannya, masanya dan revolusi rohani yang dibawanya yang telah tersebar ke seluruh dunia, barangkali gejala-gejala ini akan makin jelas di depan mata dunia, bahwa masalah-masalah rohani ini adalah timbul dari pengaruh yang ditinggalkannya. Jika studi ilmiah dan studi yang subyektif mengenai tenaga umat manusia yang masih tersimpan ini, dapat menambah hubungan umat manusia dengan hakikat alam yang lebih tinggi, maka itu sudah merupakan perletakan batu pertama dalam sendi peradaban modern.
Buku inipun tidak lebih adalah sebagai usaha permulaan kearah itu, seperti sudah saya sebutkan. Kiranya cukuplah bagi saya bilamana buku ini dapat meyakinkan orang, dapat meyakinkan para sarjana dan ahli-ahli akan pentingnya spesialisasi dan pengkhususan guna mencapai tujuan dalam menyelidiki sesuatu bidang itu. Andaikata usaha ini dapat memberi hasil kepada salah satu atau kedua tujuan itu, inipun sudah merupakan imbalan yang cukup besar terhadap daya upaya yang saya lakukan. Dan Allah jualah yang akan membalas jasa mereka yang telah berbuat kebaikan.
Catatan kaki:
[1] Gelar raja-raja keluarga Sasani di Iran, dalam literatur Islam biasa disebut Kisra (Khosrau, Khosroes). Kisra I Anusyirwan, putera Kavadh I yang berperang melawan Bizantium di bawah Yustinianus. Kisra II Parvez, putera Ormizd IV dan cucu Kisra I menyerang Anatolia dan Suna sampai di Bosporus.
Syahrvaraz dapat menaklukkan Damaskus dan Yerusalem dan Salib Besar (The True Cross) diambil, kemudian Heraklius dapat mengalahkan Persia di Niniveh (626). Kisra lari ke Ctesiphon (Mada'in). Ia dipenjarakan oleh anaknya Kavadh II (Syiruya) dan empat hari kemudian dibunuh (628) dalam penjara (A).
[2] Dalam buku A J. Butler The Arab Conquest of Egypt penulis itu menyebutkan bahwa nama panglima itu Khoriyam dan bahwa nama Shahravaas atau Shahrabaraz atau Sheravizeh dan lain-lain, yang terdapat dalam pelbagai buku hanyalah suatu perubahan saja dari nama Persia, Shahar dan Wazar sebagai suatu gelar yang berarti "Babi Hutan Sang Raja" sebagai lambang kekuatan dan keberanian. Gambarnya dilukiskan dalam cincin Persia Lama dan juga dalam cincin Armenia (Lihat The Arab Conquest of Egypt, p. 53)
[3] Sebuah kota di Suriah, terletak 106 km. Selatan Damsyik berbatasan dengan Yordania. Dalam sejarah lama kota ini dikenal dengan nama Edrei. Sekarang dilcenal dengannama Dar'a (A).
[4] Bushra atau Bostra, sebuah kota lama di Hauran, barat daya Suria, kira-kira 106 km dari Damsyik dan 35 km. dari Adhri'at (A).
[5] Emile Dermenghem, La Vie de Mahomet, halaman 135 dan berikutnya.
[6] Az zamani, harfiah mengenai zaman, mengenai tempo, yang secara termenologi berarti temporal. Untuk menghindarkan adanya perbedaan semantik, yang juga dapat diartikan "sementara, duniawi" atau "sekular" maka di sini saya mempergunakan istilah secara harfiah (A).
[7] Teosofi adalah suatu ajaran yang ditanamkan oleh Madame Blavatsky dari bermacam-macam agama terutama Buddha dan Brahma. Ajaran ini mendirikan sebuah organisasi di Amerika dipimpin oleh Madame Blavatsky sendiri, bernama The Theosophical Society, dan cabang-cabangnya tersebar di beberapa tempat di Eropa. Tetapi begitu Madame Blavatsky meninggal, organisasi Teosofl inipun pecah menjadi tiga. Aktifitasnya didasarkan kepada adanya kesatuan hidup dengan mengadakan semacam latihan mistik untuk mencapai Nirwana menurut ajaran Buddha. Tingkat ini dapat dicapai bilamana dalam latihannya itu orang sudah benar-benar dapat memisahkan ruh dari pengaruh hidup kebendaan. Apabila dengan demikian ruh sudah mencapai tempat yang suci, maka ruh yang lebih tinggi dapat menghubunginya. Ajaran Teosofi menyerukan persaudaraan secara menyeluruh, tanpa membeda-bedakan bangsa, bahasa dan segala yang akan membatasi manusia dari tujuan tersebut.
[8] Buku Muir ini terdiri dari dua edisi, aslinya dengan judul The Life of Mahomet and the History of Islam (1858) 4 jilid. Kemudian diringkaskan oleh T.H. Weir dengan judul The Life of Mohammad from Original Sources (1923) (A).
[9] A. Aulard pengarang Histoire Politique de la Revolution Francaise mengkhususkan penulisan sejarah revolusi Perancis untuk masa 15 tahun saja (1789 - 1804) dalam 4 jilid (A).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar